Sejarah dan Pengaruh Eksistensi Kampung Arab dari Perspektif Antropologi Hukum
Geshar
Prasetya Dipta
11150480000054
Abstrak
Istilah
Antropologi terjadi dari kata antropos dan logos. Kedua kata itu berasal dari
Yunani;antropos artinya manusia dan logos artinya ilmu atau studi. Jadi
antropologi artinya adalah ilmu atau studi tentang manusia, atau jelasnya ilmu
yang mempelajari manusia, baik dari segi hayati maupun dari budaya (Americana,
1983, 2:43). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejarah eksistensi Kampung
Arab dan adakah pengaruh kebudayaan yang dibawa dan berdampak khusus pada
kehidupan warga di Cisarua.
A.
Kronologi
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan demi memenuhi tugas Ujian Akhir Semester di mana lokasi yang saya
pilih adalah Kampung Arab. Alasan saya ingin meneliti Kampung Arab adalah
karena setelah beberapa kali saya jalan-jalan ke Puncak dan melewati daerah
itu, saya agak tertarik dengan pemandangan sekitarnya seperti; banyak orang
asing berparas Timur Tengah lalu-lalang dipinggir jalan, toko-toko dengan
aksara Arab, dan beberapa hal lainnya yang menurut saya tidak biasa. Timbul pertanyaan
di benak saya, apakah ada budaya yang mereka bawa dari Negara mereka? Adakah pertentangan
oleh masyarakat sekitar? Atau justru terjadi akulturasi oleh budaya mereka
kepada budaya penduduk lokal?
Kampung Arab terletak di
kawasan Jalan Raya Puncak KM 84 tepatnya di desa Tugu Utara di Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor. Luas wilayah desa Tugu Utara sendiri adalah 1.700
hektar dan penduduknya sebanyak 10.974 jiwa dengan jumlah RW 6 dan RT 24. Saya
berangkat sekitar pukul 07.00 dan sampai disana sekitar pukul 11.00. Malamnya kami
menginap di villa. Penelitian berlangsung selama tiga hari.
Sehari kami hanya mengobservasi di daerah KM 84, sambil mencari lokasi dinas-dinas
setempat untuk melakukan wawancara untuk esok harinya karena hari pertama kami
adalah hari minggu jadi kantornya pun tutup. Tetapi kami mendapatkan wawancara
dengan Pak Suparman, ketua RT 002 RW 003 yang cukup tau mengenai
Kampung Arab langsung dari Haji Dedi yang merupakan tokoh masyarakat desa Tugu
Utara (yang sayangnya tidak dapat kita ketemui karena beliau sedang tidak bisa
diwawancarai). Kemudian hari kedua dan ketiga kami mendapatkan wawancara dengan
pegawai Dinas Kesehatan Tugu Utara dan pegawai Dinas Kecamatan. Saya
berangkat dengan sembilan orang, setelah kami bermusyawarah, yang mengambil
tema ini hanya bertiga termasuk saya karena keterbatasan informasi yang kami
dapat, yang lain memilih untuk mengambil tema lain dengan melakukan penelitian
lagi.
B.
Teori
Terkait
Berdasarkan penelitian
yang saya lakukan, teori yang saya gunakan ialah teori Fungsionalime yang
dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang beranggapan bahwa
kebudayaan harus bersumber pada fakta-fakta biologis. Kebudayaan muncul karena
respon atas kebutuhan manusia atau dengan kata lain, kebudayaan merupakan usaha
untuk memenuhi kebutuhannya.
Tetapi pemenuhan kebutuhan
tersebut juga tidak bisa sembarangan, kondisi pemenuhan kebutuhan tidak terlepas
dari sebuah proses dinamika kebutuhan kearah nilai-nilai yang disepakati dalam
masyarakat. Dan dampak dari nilai tersebut berakhir pada tindakan-tindakan yang
terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada
akhirnya memunulkan sebuah tradisi. Menurut Bronislaw Malinowski, ada tingkatan
yang harus terekayasa dalam kebudayaan, yakni:
1. Kebudayaan
harus memenuhi kebutuhan Biologis seperti kebutuhan pangan,
2. Kebutuhan
harus memenuhi kebutuhan Instrumental seperti kebutuhan hukum dan pendidikan,
3. Kebudayaan
harus memenuhi kebutuhan Integratif, seperti agama dan kesenian.
C.
Temuan
Penelitian
Kampung Arab yang biasa
warga sekitar sebut Warung Kaleng berawal dari toko-toko keturunan Arab yang
menjual kebutuhan orang-orang Timur Tengah yang sudah berdiri sejak 1970-an. Keramaian
turis Arab serta sebutan “Kampung Arab” dimulai sejak tahun 1991. Kebanyakan
turis-turis tersebut memang berasal dari Arab Saudi, namun ada juga dari Negara
Timur Tengah lainnya seperti Mesir, Yaman, Maroko, dan Negara lainnya. Dengan
banyaknya turis-turis tersebut, maka banyak investor-investor membuat villa,
rumah wisata, hotel, dan sebagainya. Walaupun demikian, warga setempat juga
tetap mendapat pemasukan, beberapa dari mereka yang sebagai penjual juga secara
tidak langsung belajar berbahasa Arab karena kebutuhan, sehingga salah satu
efek positifnya adalah kontribusi mereka pada menambah perekonomian warga
setempat yang utamanya ialah pada Lebaran hingga Lebaran Haji di mana banyak
sekali turis yang datang. Para pengungsi juga tidak jarang melakukan pengajian
bersama warga setempat.
Cisarua juga menjadi
tempat yang nyaman bagi para pengungsi dan pencari suaka, karena menurut mereka
Cisarua merupakan daerah yang nyaman dan warga setempat dengan ramah menerima
mereka. Daerah Cisarua juga banyak terdapat Pusat Belajar bagi para pengungsi,
seperti pusat belajar bahasa Indonesia agar mereka dapat berkomunikasi dengan
baik dengan warga setempat dan pusat belajar bahasa Inggris untuk mere
sewaktu-waktu mendapat panggilan wawancara di Kantor Komisioner PBB untuk
Pengungsi (UNCHR) untuk ditempatkan di Negara tujuan.
Meski banyak efek positif
yang diberikan oleh Kampung Arab, namun ada juga efek negatifnya. Salah satu
efek negatifnya adalah adanya stigma yang meluas oleh banyak orang bahwa
Kampung Arab merupakan suatu “surga” Kawin Kontrak. Padahal menurut responden
kami, praktik tersebut sudah jarang bahkan sudah ditinggalkan di Kampung Arab,
kalaupun ada biasanya bukan dari warga setempat, melainkan kota seperti Cianjur
atau Sukabumi.
Terkait dengan adakah
budaya yang dibawa oleh para warga Arab tersebut, menurut responden kami tidak
ada,. Sejak mereka datang pun tidak ada interaksi sosial yang bersifat
disfungsional. Mungkin tentang praktik kawin kontrak dapat menjadi contoh
budaya yang dibawa oleh mereka, walaupunsudah ditinggalkan.
Jika kita kaitkan pada
teori Fungsionalisme Bronislav Malinowski, pada poin-poin tingkatan yang harus
terekayasa dalam kebudayaan di atas, pada tingkatan pertama adalah kebudayaan
memenuhi kebutuhan biologis dalam hal ini adalah pangan. Para penjual setempat pasti
akan menjajakan dagangannya kepada para turis yang memiliki potensi keuntungan
yang besar. Hal ini menunjukkan dengan jelas teori Fungsionalisme tingkat
pertama yaitu para penjual mencari pangan untuk melanjutkan kehidupannya dengan
berjualan. Pada poin kedua tentang kebutuhan instrumental, dapat kita kaitkan
dengan banyaknya pusat belajar bahsa Indonesia bagi para pengungsi untuk dapat melangsungkan
hidupnya lebih baik lagi dengan warga setempat. Dan yang terakhir pada poin
ketiga tentang kebutuhan Integratif, dapat kita kaitkan dengan pengajian yang
dilakukan oleh para turis tersebut bersama warga setempat.
D.
Kesimpulan
Hal yang dapat
disimpulkan dari penelitian saya disana menurut saya, Kampung Arab membawa
banyak dampak positif bagi kehidupan warga Cisarua karena selain mereka menambah
perekonomian, mereka juga secara tidak langsung menambah skill berupa bahasa kepada
warga setempat. Contoh nyata dari teori Fungsionalisme Bronislaw Malinowski
juga dapat kita lihat dari Kampung Arab.
E.
Lampiran
Comments
Post a Comment